SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Bekas Kadispendik Jatim, Syaiful Rachman, menyeret keterlibatan dua pejabat lain dalam perkara korupsi yang menjadikannya sebagai terdakwa.
Pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (7/11/2023) siang, Syaiful Rachman menyebut nama bekas Kepala Bidang SMK Dispendik Jatim, Hudiyono dan Kepala Seksi Sarana Prasarana (Sarpras) Bidang Pembinaan Pendidikan SMA Dispendik Jatim, Agus Karyanto.
Seperti diketahui, dalam perkara ini Syaiful Rachman diadili bersama bekas kepala SMK swasta di Jember, Eny Rustiana.
Mereka didakwa korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018 hingga merugikan negara Rp 8,2 miliar.
Mengenai Hudiyono, selain menjabat di lingkungan Dispendik Jatim, dia juga pernah menjadi Pj Bupati Sidoarjo, Biro Kesra Setdaprov Jatim, Plt Kadispendik Jatim, sempat jadi Kadisbudpar Jatim, dan telah resmi pensiun dini, pekan lalu.
Sosok Hudiyono pernah dihadirkan sebagai saksi juga dalam sidang kasus ini pada Selasa (24/10/2023).
Syaiful Rachman menjawab rentetan pertanyaan yang diajukan Penasehat Hukumnya, Syaiful Maarif.
Syaiful Rachman menjelaskan setiap pertemuan yang membahas soal proyek pembangunan Ruang Praktik Siswa (RPS) yang akhirnya menyeret dirinya ke pengadilan. Ia tak cuma membahasnya bersama terdakwa Eny Rustiana, melainkan berempat dengan Hudiyono dan Agus Karyanto.
Sosok Agus Karyanto diketahui merupakan Kepala Sbekasi Sarana Prasarana (Sarpras) Bidang Pembinaan Pendidikan SMA Dispendik Jatim.
"Di pertemuan itu, saya tidak pernah pertemuan berdua. Pertemuan saya Pak Hudiyono, Pak Agus Karyanto dan Bu Eny," ujar terdakwa Syaiful Rachman.
Syaiful Rachman menjelaskan mengenai pencairan dana pada tiga bulan pertama pada tahun 2018 belum terealisasi.
Ia menjelaskan, memang benar proses pencairan dana tersebut berlansung dalam tiga termin. Dalam setiap termin terdapat tenggat waktu. Jika terlewat, pencairan dana tersebut hangus.
Saat menghadapi masalah tersebut, terdakwa Syaiful Rachman sempat berupaya mencari solusinya dengan mendatangkan tim dari BPKAD Jatim.
"Saya panggil Tim BPKAD Agus, dengan timnya disaksikan Pak Hudiyono dan Bu Aminatun kasubag keuangan," katanya.
Ternyata, penjelasan yang diperoleh dari pihak BPKAD Jatim, DAK belum dicairkan dari Kementerian Keuangan ke BPKAD Jatim. Karena sifat DAK berbeda dengan APBD. Sehingga pihak BPKAD Jatim tidak dapat dipaksakan.
DAK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P). Penetapannya pada Bulan Oktober, dan pencairannya pada Bulan November.
Sehingga, penjelasan ini, yang dimaksud oleh terdakwa Syaiful Rachman, menjawab pertanyaan mengenai mengapa kalkulasi waktu pencairan dana untuk SMK dalam proyek ini, terbilang aneh.
"Jadi tidak ada kesengajaan dan upaya kita menggandengkan 30 persen ke 70 persen, karena memang itu kondisi yang ada dari Kemenkeu ke Provinsi Jatim," jelas terdakwa Syaiful Rachman.
Kemudian, ia menjelaskan mengenai alasannya menandatangani laporan pertanggungjawaban yang dibuat oleh pihak kepala sekolah (kepsek) meskipun tahu permasalahan soal pencairan anggaran dalam proyek tersebut.
terdakwa Syaiful Rachman menerangkan, proses penandatanganan yang dilakukan terhadap laporan pertanggungjawaban yang dibuat oleh masing-masing kepsek, sudah sesuai dengan petunjuk kementerian.
Kalau tidak segera ditandatangani, pencairan dana tersebut bakal batal atau hangus. Otomatis proyek terbengkalai. Apalagi sudah ada sejumlah sekolah yang melanjutkan pembangunan dengan dana talangan mandiri.
"Padahal kita orientasinya peningkatan mutu SMK di Jatim. Dengan peluang mendapatkan pembangunan ruang RPS untuk meningkatkan kualitas SMK negeri dan swasta," ungkap terdakwa Syaiful Rachman.
"(Mekanisme pencairan uang 3 termin. Kok anda tanda tangan Surat Permintaan Membayar, jadi 2) Alasan saya, ada informasi dari BPKAD Jatim, disamping dari kementerian, DAK ini masuk anggaran APBN-P, jadi bukan anggaran mulai awal tahun. Jadi turunnya itu otomatis molor. Karena APBNP Oktober, lalu cair ke provinsi lolos sampai November," tambahnya.
Selanjutnya, terdakwa Syaiful Rachman menjelaskan mengenai alasannya mengumpulkan para kepsek SMK penerima DAK untuk pembangunan RPS dan pengadaan mebeler.
Pertemuan yang diselenggarakan di hotel tersebut, murni sebagai cara agar menyelesaikan masalah pembangunan karena terkendala pembayaran dan pembuatan laporan pertanggungjawaban.
Karena, ia memperoleh laporan masih banyak para kepsek yang mengalami permasalahan tersebut. Sehingga, dengan mengadakan acara bimbingan teknis (bimtek) tersebut, permasalahan itu dapat teratasi secara baik.
Nah, guna pelaksanaan pelatihan bimtek tersebut berjalan secama maksimal. Pihaknya menerapkan peraturan teknis agar para kepsek peserta bimtek meletakkan ponsel di depan, agar lebih fokus menyimak pemaparan pemateri.
"Bu Eny mengacungkan tangan sebagai salah satu peserta. Mengutarakan bahwa kalau ada yang sudah dikerjakan Bu Eny, belum dibayar. Karena ada tim teknis, Maka saya menyatakan bahwa silahkan sekolah sekolah yang belum bayar supaya membayar. Dan untuk selanjutnya urusannya ke tim teknis," terang terdakwa Syaiful Rachman.
"Saya gak sampai jauh ke teknis. Karena yang saya urusin banyak. Mohon maaf, dinas pendidikan ini anggarannya Rp12,5 triliun. Jadi saya tidak hanya di satu tempat ini. Tapi fokus-fokus lain, dana BOS harus dicairkan. Dana Rp12,5 Triliun itu mayoritas dana mengalir langsung ke lapangan," tambahnya.
Disinggung mengenai ada tidaknya uang yang mengalir kepada dirinya. terdakwa Syaiful Rachman menegaskan, dirinya tidak menerima uang sepeserpun dari proyek ini.
"Tidak ada (sekolah atau kantor pusat). Saya sebagai pemimpin, saya tidak mau, karena sebagian ASN. Saya harus kerjakan secara cepat," pungkasnya.
Setelah para anggota Tim PH kedua terdakwa puas memberikan pertanyaan yang bakal menghasilkan jawaban cenderung meringankan.
Kini, giliran Hakim Ketua Arwana mengajukan pertanyaan lanjutan. Pertanyaan sederhana, namun menohok.
Hakim Ketua Arwana menanyakan kedua terdakwa dengan pertanyaan sama. Yakni isinya; apakah keduanya merasa bersalah atas kasus hukum yang menjerat mereka kini.
"Kepada Pak Syaiful, kemarin sudah diperiksa saksi, ahli dan anda dimintai keterangan di sini, apakah anda merasa bersalah dalam hal ini," tanya Hakim Ketua Arwana.
terdakwa Syaiful Rachman menjawab secara singkat dan lugas bahwa dirinya tidak bersalah, "saya tidak merasa bersalah."
Atas pertanyaan yang sama, terdakwa Eny Rustiana juga memberikan jawaban yang mirip. Bahwa dirinya tidak merasa bersalah, "saya juga tidak merasa bersalah bu, Yang Mulia."
Sekadar diketahui, akhirnya terungkap modus bekas Kadispendik Jatim, Syaiful Rachman dan bekas kepala SMK swasta di Jember, Eny Rustiana, dalam menyunat dana renovasi pembangunan atap dan pembelian mebeler seluruh SMK se-Jatim.
Nilai kerugian negara akibat praktik dugaan korupsi yang dilakukan kedua tersangka, sekitar Rp8,2 miliar.
Uang tersebut bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim, tahun 2018, dengan nilai keseluruhan Rp63 miliar.
Seharusnya uang tersebut dialokasikan kepada 60 SMK; 43 SMK negeri dan 17 SMK swasta, untuk pembangunan ruang praktik siswa (RPS), pembangunan rangka atap rangka berbahan
Besi WF (Wide Flange Iron), beserta pembelian perabotan mebeler, secara swakelola.
Panit Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Jatim Ipda Aan Dwi Satrio Yudho menerangkan, dalam pelaksanaan, proses pencairan dana tersebut disunat oleh kedua tersangka.
Modusnya, ada beberapa prosedur pembelian bahan material pembangunan dan perabotan mebeler, diwajibkan melalui mekanisme akal-akalan yang ditetapkan kedua tersangka.
Cara kerjanya, khusus untuk pengadaan perabotan mebeler dan atap rangka berbahan
Besi WF, diwajibkan melalui mekanisme pencairan dana yang dikelola melalui kedua tersangka.
Kedua tersangka menginstruksikan kepada semua kepala sekolah SMK swasta dan negeri untuk memberikan sebagian dari dana alokasi tersebut dengan beragam nilai nominal, kepada para tersangka.
Agar siasat dan akal-akalan para tersangka berjalan mulus. Aan mengungkapkan, tersangka Syaiful Rachman mengumpulkan semua kepala sekolah SMK negeri dan swasta di sebuah tempat pertemuan untuk melakukan rapat internal.
Di dalam ruang rapat tersebut, para peserta rapat; para kepala sekolah SMK, dilarang membawa ponsel. Artinya, ia menginstruksikan para peserta rapat untuk meletakkan atau menyimpan ponsel miliknya di luar ruangan.
Selama berlangsungnya rapat. Aan menambahkan, tersangka Syaiful Rachman memberikan instruksi khusus agar proses pembelian rangka atap dan mebeler dapat dilakukan secara kolektif kepada tersangka Eny Rustiana.
"Dalam acara tersebut, para kepala sekolah dikumpulkan oleh kepala dinas, yang pada waktu saat itu. Dihimbau oleh kadis HP untuk dikeluarkan atau tidak dimasukkan ke dalam ruang rapat tersebut. Kadis menyampaikan terkait pengadaan atap dan mebeler, nanti dikelola oleh saudara ER," katanya dalam jumpa pers di Ruang Pertemuan Gedung Ditreskrimsus Mapolda Jatim, Kamis (3/8/2023).
Kedua terdakwa dikenakan dakwaan sesuai Pasal 2, subsidair Pasal 3 juncto pasal 18 UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Tidak ada komentar: