Dalam proses membangun rumah, pemilihan bahan untuk rangka atap, dinding partisi, dan rangka plafon menjadi salah satu keputusan penting. Pilihan material tidak hanya memengaruhi kekuatan struktur dan biaya pembangunan, tetapi juga daya tahan bangunan dalam jangka panjang. Dua bahan yang paling sering dibandingkan adalah kayu dan baja ringan.
Kayu dikenal menghadirkan kesan alami, hangat, dan estetis, serta mudah dibentuk sesuai desain.
Sementara itu, baja ringan menawarkan kepraktisan, ketahanan terhadap rayap, dan proses pemasangan yang cepat. Namun, dengan harga material yang terus berubah dan kebutuhan akan bangunan yang efisien, banyak orang kini menimbang ulang pilihan bahan konstruksi. Lantas, mana sebenarnya yang lebih menguntungkan antara menggunakan baja ringan atau kayu dalam membangun rumah?
Jangan dilihat hanya dari sisi harga Arsitek sekaligus pendiri Green Building Council Indonesia, Ariko Andikabina, mengatakan bahwa istilah “untung” dalam konteks membangun rumah sebaiknya tidak hanya diukur dari sisi harga. “Keuntungan seharusnya tidak dilihat semata-mata dari apakah materialnya lebih murah atau mahal, tapi juga dari nilai dan fungsi yang didapat,” ujarnya saat dimintai pandangan Kompas.com, Selasa (28/10/2025). Menurut Ariko, jika dihitung secara ekonomi, keuntungan antara rumah berbahan kayu dan baja ringan bisa relatif seimbang, tergantung kualitas bahan yang digunakan. “Saya melihat semakin banyak masyarakat beralih ke baja ringan untuk konstruksi sederhana yang sebelumnya menggunakan kayu,” ujarnya.
Proses pemasangan dan efisiensi waktu Ariko bilang, bayu bisa saja lebih mahal tergantung kualitasnya. Namun, dari sisi pengerjaan, baja ringan lebih praktis dibanding kayu. “Baja ringan cukup dipotong menggunakan gerinda atau disambungkan dengan baut memakai bor listrik. Jadi, tenaga fisik yang dibutuhkan pekerja tidak sebesar saat mengerjakan kayu,” jelas Ariko.
Sebaliknya, pekerjaan dengan kayu memerlukan lebih banyak waktu dan tenaga.
Selain harus dipotong dengan gergaji, permukaannya juga perlu diserut dan diamplas agar halus dan rapi. “Oleh karena itu, pengerjaan kayu cenderung lebih lama dan melelahkan dibanding baja ringan,” tambahnya.
Dampak terhadap Lingkungan Meski demikian, dari sisi lingkungan, baja ringan bukan tanpa kekurangan. Material ini berasal dari hasil tambang, yang berarti bukan sumber daya terbarukan, serta membutuhkan energi besar dalam proses produksinya, yang berimbas pada tingginya emisi karbon. Sebaliknya, kayu justru termasuk material yang terbarukan
Dalam proses pertumbuhannya, pohon menghasilkan oksigen dan menyerap karbon dioksida dari udara. “Emisi karbon dari kayu baru muncul pada tahap pengolahan, tapi masih jauh lebih kecil dibanding bahan tambang. Selama bukan hasil pembalakan liar, kayu bisa dikatakan lebih ramah lingkungan,” jelas Ariko.
Nilai Budaya dan Keterampilan Tukang Lokal Selain faktor teknis dan lingkungan, Ariko juga menyoroti aspek budaya membangun rumah di Indonesia.
Bangsa Indonesia memiliki tradisi panjang dalam mengolah kayu dan menciptakan ragam hias ukiran yang menjadi ciri khas arsitektur Nusantara. “Kalau masyarakat mulai beralih ke material lain, penting untuk tetap menjaga dan mewariskan keterampilan ketukangan itu agar tidak hilang,” ujar Ariko.
Tidak ada komentar: