Kemampuan anak-anak dan remaja dalam mengingat peristiwa secara spesifik ternyata dapat menjadi indikator penting dalam memprediksi risiko gangguan kejiwaan di masa depan. Melansir Psypost pada Rabu (11/6/2025), temuan ini berasal dari studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Psychological Bulletin pada Juni 2025. Penelitian tersebut merupakan meta-analisis berskala besar yang dipimpin oleh Uyen Doan dan tim. Studi ini melibatkan 9.165 anak dan remaja berusia 6 hingga 18 tahun dari 14 studi longitudinal di berbagai negara. Studi ini menguji keterkaitan antara spesifisitas memori autobiografi dengan munculnya gangguan mental, seperti depresi, kecemasan, dan stres pascatrauma.
Apa itu spesifisitas memori autobiografi? Spesifisitas memori autobiografi merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengingat peristiwa tertentu dalam hidupnya secara detail, seperti pengalaman yang hanya terjadi satu kali dan berlangsung kurang dari 24 jam. Dalam penelitian ini, para peserta diminta mengikuti Autobiographical Memory Test (AMT), yaitu tes yang meminta respon terhadap kata-kata isyarat dengan menyebutkan ingatan pribadi yang sesuai. Semakin spesifik ingatan yang muncul, semakin tinggi skor spesifisitas memori peserta.
Hubungan antara spesifitas memori autobiografi dan gangguan kejiwaan Meskipun penurunan spesifisitas memori tidak selalu berkaitan dengan peningkatan gejala kecemasan atau stres pascatrauma, penurunan yang signifikan ditemukan dalam hubungan dengan gangguan depresi. Dalam analisis data longitudinal yang dilakukan oleh tim peneliti yang dipimpin oleh Uyen Doan, para remaja yang mengingat lebih sedikit kenangan spesifik memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan gangguan depresi selama masa tindak lanjut. Namun, hubungan antara memori spesifik dengan gangguan kejiwaan lainnya, seperti kecemasan, pola makan, dan gangguan terkait trauma, tidak konsisten. Para peneliti juga mencatat bahwa studi ini memiliki kekurangan yang mana tidak dapat melacak tingkat gejala secara akurat pada populasi umum. Meski demikian, temuan ini dianggap mampu menunjukkan bahwa rendahnya memori spesifik berpotensi sebagai penanda prediktif untuk munculnya gangguan kejiwaan yang signifikan secara klinis.
Tidak ada komentar: