Polemik mengenai tempat lahir Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia, kembali menjadi sorotan publik usai pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidatonya pada Hari Lahir Pancasila tahun 2015 di Blitar, Jawa Timur. Dalam pidatonya yang disampaikan di hadapan publik, Presiden Jokowi menyebut Blitar sebagai kota kelahiran Bung Karno, proklamator kemerdekaan Indonesia. “Setiap kali saya berada di Blitar, kota kelahiran proklamator kita, bapak bangsa kita, penggali Pancasila, Bung Karno, hati saya selalu bergetar,” kata Jokowi dalam pidatonya pada 1 Juni 2015. Pernyataan tersebut sontak menimbulkan kehebohan dan menuai kritik luas, terutama di media sosial. Banyak warganet menyayangkan kesalahan tersebut, mengingat fakta sejarah menunjukkan bahwa Soekarno lahir di Surabaya, bukan di Blitar.
Soekarno Lahir di Surabaya, Bukan Blitar Dari berbagai dokumen sejarah dan pengakuan langsung Bung Karno, diketahui bahwa ia lahir di Surabaya, tepatnya di Jalan Peneleh Gang Pandean IV Nomor 40, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, pada 6 Juni 1901. Kawasan tersebut kini dikenal sebagai Kampung Bung Karno, sebagai bentuk penghormatan atas kelahiran sang proklamator di sana. Dalam buku "Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia" karya Cindy Adams, Soekarno menceritakan: “Karena merasa tidak disenangi di Bali, Bapak kemudian mengajukan permohonan kepada Departemen Pengajaran untuk pindah ke Jawa. Bapak dipindah ke Surabaya dan di sanalah aku dilahirkan,” ujar Bung Karno.
Soekarno juga mengisahkan bahwa hari kelahirannya ditandai oleh angka serba enam, serta terjadi bertepatan dengan meletusnya Gunung Kelud di Jawa Timur. Ia lahir dalam kondisi keluarga miskin, di mana ayahnya, Raden Sukemi Sosrodiharjo, tidak mampu memanggil dukun beranak. “Satu-satunya orang yang mengurus Ibu adalah sahabat keluarga kami, seorang laki-laki yang sudah sangat, sangat tua. Adalah dia, dan tak ada orang yang lain, yang menyambut kehadiranku di dunia,” tulis Bung Karno. Sukardi Rinakit Akui Kesalahan Menanggapi kritik publik, Sukardi Rinakit—penyusun teks pidato Presiden Jokowi saat itu—menyampaikan permintaan maaf. Ia mengakui bahwa kesalahan informasi murni berasal dari dirinya. “Kesalahan tersebut sepenuhnya adalah kekeliruan saya dan menjadi tanggung jawab saya,” kata Sukardi dalam keterangan pers yang diterima Kamis malam (4/6/2015). Sukardi menjelaskan bahwa saat penyusunan naskah, Presiden sempat meragukan informasi tersebut.
“Presiden waktu itu meminta saya untuk memeriksa karena seingat beliau, Bung Karno lahir di Surabaya. Tanpa memeriksa lebih mendalam dan saksama, saya menginformasikan kepada Presiden bahwa Bung Karno lahir di Blitar,” ujar Sukardi.
Ia mengaku merujuk pada salah satu situs museum Belanda, Tropenmuseum.nl, yang menyatakan: "Soekarno (ook wel gespeld als Sukarno), geboren als Kusno Sosrodihardjo, Blitar, 6 Juni 1901 - Jakarta 21 Juni 1970." Padahal, informasi tersebut bertentangan dengan berbagai catatan sejarah nasional dan internasional yang menyebutkan Surabaya sebagai kota kelahiran Bung Karno.
Pengaburan Sejarah di Era Orde Baru Munculnya narasi bahwa Soekarno lahir di Blitar diduga tidak lepas dari peran politik pada masa pemerintahan Orde Baru.
Sejarawan Peter Kasenda menyatakan bahwa informasi tersebut pertama kali dipublikasikan secara luas di masa pemerintahan Soeharto. “Bung Karno jelas lahir di Surabaya, sesuai dengan pengetahuan sejarah saya. Keterangan tempat lahir Bung Karno di Blitar dipublikasikan di zaman Orde Baru. Ini bentuk pengaburan sejarah yang berbau politik,” ujar Peter Kasenda dalam laporan Harian Kompas pada 2 Juni 2015. Peneliti Institut Soekarno, Peter A. Rohi, juga menyebut kesalahan penerjemahan buku Cindy Adams sebagai salah satu penyebab kekeliruan tersebut.
Ia mengatakan bahwa versi terjemahan Indonesia dilakukan oleh tim sejarah dari militer (ABRI). “Buku itu diterjemahkan oleh tim penulis sejarah dari ABRI dengan menyebutkan Bung Karno lahir di Blitar,” katanya. Peter juga menambahkan bahwa seluruh biografi Soekarno sebelum tahun 1966 secara konsisten mencantumkan Surabaya sebagai tempat lahirnya.
Salim Said, Guru Besar Universitas Pertahanan, menambahkan bahwa kesalahan sejarah tersebut bahkan masuk ke dalam ranah pendidikan formal. Menurutnya, sangat sulit untuk mengoreksi narasi sejarah di masa Orde Baru karena sikap represif pemerintah saat itu. “Referensi itu meliputi buku-buku yang diterbitkan di ranah pendidikan formal hingga poster yang dijual bebas. Sangat sulit saat itu meluruskan, apalagi meneliti Soekarno. Selain karena sikap represif Orba, kita juga harus izin pemerintah,” ujar Salim dalam laporan Kompas pada 7 Juni 2015.
Mengapa Soekarno Dimakamkan di Blitar? Meski Bung Karno lahir di Surabaya, jasadnya dimakamkan di Blitar. Keputusan ini menjadi pertanyaan banyak pihak.
Namun dalam buku Pak Harto: The Untold Stories, aktor Amoroso Katamsi yang pernah memerankan Soeharto, mengungkap alasan di balik keputusan itu. “Bung Karno adalah orang yang sangat menghargai ibunya. Jadi saya putuskan beliau dimakamkan dengan ibunya di Blitar,” ujar Soeharto seperti dikutip Amoroso. Soeharto juga mengungkap bahwa ia memegang prinsip orang Jawa, yaitu mikul dhuwur mendhem jero, yang berarti mengangkat kebaikan dan mengubur keburukan. “Saya menganggap Bapak (Soekarno) adalah bapak saya, sehingga prinsip saya adalah mikul dhuwur mendhem jero,” ujar Soeharto sebagaimana ditirukan Amoroso.
Saat Haul Bung Karno ke-48 pada 20 Juni 2018 di Blitar, putri Bung Karno, Megawati Soekarnoputri, mengungkap bahwa keluarga sempat tidak setuju jika ayahnya dimakamkan di Blitar.
Namun, karena tekanan rezim saat itu, keluarga akhirnya mengalah. “Tetapi karena pada waktu itu pemerintahan begitu keras, jadi seluruh keluarga akhirnya merelakan untuk dimakamkan di sini,” ujar Megawati sambil menyeka air mata.
Ia mengenang momen ketika jenazah Bung Karno tiba di Blitar. Meskipun pemerintah membatasi jumlah pelayat, ribuan rakyat tetap datang. “Padahal waktu itu, masyarakat tidak boleh banyak yang datang dan sangat dijaga dengan kuat, tetapi saya masih ingat arus dari rakyat itu tidak ada yang bisa membendung, karena rakyat memang mencintai beliau,” kata Megawati.
SUMBER : https://www.kompas.com/jawa-timur/read/2025/06/04/060600188/soekarno-lahir-di-surabaya-bukan-blitar
Tidak ada komentar: