Menjelang perayaan Tahun Baru Imlek 2025, para pengusaha kue keranjang di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, kebanjiran pesanan. Salah satu rumah produksi kue keranjang, Kit Fung, yang dikelola oleh Andi di Jalan Alianyang, mampu memproduksi hingga 10 ton kue keranjang. “Permintaan datang dari berbagai wilayah, termasuk Kalbar, Jakarta, dan Pontianak,” ujar Andi, Selasa (21/1/2025).
Andi menjelaskan bahwa proses produksi kue keranjang menggunakan bahan utama berupa ketan dan gula pasir. Ia bersyukur, bahan baku tahun ini mudah didapat dan harganya stabil.
“Yang lama itu proses kukusnya, bisa sampai belasan jam,” jelasnya. Kue keranjang, yang juga dikenal sebagai Nian Gao atau Thi Kue dalam dialek Hokkian, menjadi hidangan wajib dalam perayaan Imlek di Kalimantan Barat. Manisan berbahan dasar ketan dan gula ini menghiasi meja tamu masyarakat Tionghoa sebagai simbol kebersamaan. Makna Filosofis Kue Keranjang Menurut sejarawan Kalimantan Barat, Syafaruddin Daeng Usman, kue keranjang memiliki makna mendalam sebagai simbol kebersamaan dan ikatan sosial. “Kue keranjang yang dikenal sekarang hanya ada di Indonesia, dengan sedikit penyebaran di Singapura dan Malaysia,” ungkap Syafaruddin.
Nama "kue keranjang" berasal dari tradisi pencetakan menggunakan keranjang rotan kecil. Di berbagai daerah di Indonesia, kue ini memiliki sebutan lain seperti kue ranjang, kur bakul, dodol Cina, atau jenang. Kue keranjang hanya marak diproduksi menjelang Imlek dan mulai menghilang dari pasaran setelah perayaan usai. “Seperti dodol lainnya, kue keranjang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Kalbar, khususnya Pontianak dan Singkawang,” tutup Syafaruddin.
Tidak ada komentar: