Blitar (beritajatim.com) – Tiban bukan menjadi tradisi yang asing bagi masyarakat Blitar hingga Tulungagung. Masyarakat matraman sudah terbiasa menggelar tradisi Tiban jika terjadi musim kemarau berkepanjangan.
Seperti yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Kademangan Kabupaten Blitar. Kemarau panjang yang terjadi mendorong masyarakat menggelar tradisi Tiban. Mereka berharap dengan adanya kegiatan ini, hujan bisa segera datang sehingga mereka bisa melakukan cocok tanam.
“Kalau kepercayaannya memang untuk mendatangkan hujan. Tapi sekarang juga berkembang menjadi kesenian yang harus dilestarikan agar tidak punah,” kata Marjuni, ketua paguyuban Tiban Kademangan Blitar, Minggu (19/5/2024).
Tiban sendiri berasal dari ‘tiba’ yang dalam arti bahasa Indonesia bermakna jatuh. Secara filosofi, Tiban mengandung arti timbulnya sesuatu yang tidak diduga sebelumnya.
Dalam konteksnya dengan peristiwa tersebut, maka tiban disini menunjuk kepada hujan yang jatuh dengan mendadak terjatuh dari langit. Utamanya di wilayah selatan yang memiliki curah hujan sedikit.
Dalam pelaksanaannya, Tiban terbagi menjadi 2 kelompok, masing-masing dipimpin 1 orang wasit atau biasa disebut Landang atau Plandang. Dalam ritual ini selalu diiringi dengan alunan musik layaknya gamelan lengkap yang terdiri dari kendang, kentongan, dan gambang laras.
Peserta tiban hanya mengenakan celana dan tidak diizinkan mengenakan baju atas. Mereka memakai pecut (sebagai alat pemukul) yang dibuat dari ranting pohon aren. Cambuk inilah yang akan digunakan untuk saling memukul di atas ring.
“Kalau dulu kepercayaannya semakin banyak darah yang terjatuh maka hujan akan segera datang,” bebernya.
Tradisi ini pun hingga kini terus dilestarikan oleh masyarakat Blitar, Tulungagung hingga Trenggalek. Biasanya bisa musim kemarau panjang datang, banyak daerah yang menggelar tradisi Tiban.
Pesertanya bukan hanya dari warga lokal, namun hingga luar Kota. Meski ini merupakan tradisi yang memiliki unsur kekerasan, namun tidak dendam yang ditimbulkan dari tradisi saling melukai tersebut.
“Semua pemain selesai diatas, dibawah semua jadi kawan tidak boleh ada dendam, bahkan ada yang saling minta maaf dan mengobati luka lawannya,” tutupnya. [owi/suf]
Tidak ada komentar: