Tragedi robohnya bangunan musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, menyisakan kisah haru. Seorang santri bernama Ahmadi Sulton (15) asal Desa Majengan, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang, Madura, berhasil selamat dari musibah yang merenggut nyawa puluhan temannya. Sulton lolos dari maut karena saat peristiwa terjadi, ia berada di bagian bangunan lama musala, tepat di barisan ketiga di belakang imam. Sementara reruntuhan bangunan menimpa barisan depan, tempat puluhan santri, termasuk sepupunya sendiri, Muhammad Mashudulhaq (14). "Waktu itu saya di barisan belakang, di bangunan lama. Alhamdulillah selamat. Tapi teman-teman yang di depan, termasuk Mashudulhaq, tertimpa reruntuhan,” kata Sulton, Jumat (3/10/2025).
Pertemuan Terakhir dengan Sepupu Sebelum tragedi ambruknya musala Ponpes Al Khoziny, Sulton sempat berbincang dengan Mashudulhaq. Percakapan singkat itu ternyata menjadi pertemuan terakhir mereka. “Sebelum roboh, saya masih ngobrol sama Mashudulhaq. Tidak menyangka itu jadi obrolan terakhir kami,” ujarnya. Meski bersyukur bisa selamat, Sulton mengaku kehilangan sosok sepupu sekaligus sahabat dekat yang setiap hari menemaninya di pondok pesantren. “Selamat dari tragedi ini adalah anugerah, tetapi kehilangan Mashudulhaq menjadi luka mendalam yang sulit saya lupakan,” kata Sulton lirih. Kini, ia berharap seluruh santri korban runtuhan bangunan musala segera ditemukan dalam proses evakuasi yang masih berlangsung.
Pemakaman Santri Korban Runtuhan Ponpes Al Khoziny Sementara itu, jenazah Muhammad Mashudulhaq telah dimakamkan di kampung halamannya, Desa Majengan, Kecamatan Jrengik, Sampang, pada Selasa (30/9/2025). Pemakaman berlangsung haru dengan kehadiran keluarga, warga sekitar, hingga aparat TNI-Polri yang turut menyampaikan belasungkawa. Mashudulhaq merupakan putra pasangan Martuki dan Rumi. Selama dua tahun terakhir, ia menimba ilmu di Ponpes Al Khoziny sebelum akhirnya pulang dalam keadaan tak bernyawa. Lebih menyedihkan, sebelum tragedi naas itu terjadi, Mashudulhaq sempat berkomunikasi dengan orang tuanya. Menurut kesaksian keluarga, dalam percakapan terakhir, almarhum menyampaikan rasa kasihannya kepada sang ibu.
“Sebelum tragedi, adik saya sempat bilang kasihan kepada ibunya. Berselang beberapa hari, kami menerima kabar ia meninggal dunia,” kata Achmad Rizal Romdoni, saudara korban, Jumat (3/10/2025). Rizal menuturkan, dirinya tidak pernah menyangka bahwa ucapan itu akan menjadi pesan terakhir Mashudulhaq. “Saat itu saya berada di kampus. Begitu dapat kabar, saya langsung berangkat bersama keluarga ke Pondok Pesantren,” ujarnya.
Keluarga besar Mashudulhaq hanya bisa berharap proses evakuasi santri lain yang masih tertimpa reruntuhan musala Ponpes Al Khoziny bisa segera dituntaskan.
“Almarhum dibawa ke rumah duka pada pagi hari,” tambah Rizal.

Tidak ada komentar: