Pulau Christmas kembali dipenuhi jutaan kepiting merah yang bergerak menuju laut dalam migrasi tahunan. Setiap tahun, pemandangan ini bukan hanya menjadi fenomena alam, tetapi juga mengubah ritme kehidupan warganya. Sebagaimana diberitakan ABC News. Rabu (22/10/2025), di pulau tropis yang terletak sekitar 1.500 kilometer dari daratan Australia ini, tidak ada yang heran jika seseorang datang terlambat bekerja hanya karena jalan dipenuhi kepiting. Warga sudah terbiasa menyimpan garu dan mesin peniup daun di dalam mobil untuk membantu kepiting menyeberang dengan aman. Penjabat Manajer Taman Nasional Pulau Christmas, Alexia Jankowski, mengatakan migrasi dimulai segera setelah hujan pertama turun akhir pekan lalu.
Sekitar setengah dari 200 juta kepiting yang menghuni pulau itu meninggalkan liang di hutan dan bergerak ke pantai berbatu untuk melepaskan telur. Telur-telur tersebut akan menetas di laut dan berkembang sebagai larva selama sekitar sebulan sebelum kembali ke daratan sebagai kepiting kecil. Selama periode migrasi kepiting merah di Pulau Christmas itu, jalan, halaman rumah, hingga sekolah berubah menjadi jalur kepiting. “Kami menyiapkan garu dan peniup daun untuk membuka jalan agar kepiting bisa lewat tanpa terlindas,” ujar Jankowski. “Warga biasanya menghindari berkendara pagi dan sore hari untuk memberi ruang bagi kepiting.” tambahnya.
Populasi kepiting merah meningkat pesat Musim migrasi tahun ini datang lebih awal. Dengan curah hujan yang diprediksi meningkat, warga bersiap menghadapi gelombang kepiting yang melintasi kota. Koordinator spesies terancam di taman nasional, Brendon Tiernan menyebut populasi kepiting merah kini meningkat drastis. Pada awal 2000-an jumlah kepiting diperkirakan sekitar 55 juta, namun kini mencapai sekitar 100 juta. Tiernan menjelaskan, peningkatan ini dipengaruhi oleh hadirnya tawon mikro yang mulai berkembang di pulau sejak 2016.
Serangga ini memangkas populasi semut gila kuning, predator utama kepiting yang selama ini menyebabkan kematian massal.
“Karena ancaman semut menurun, kini jumlah bayi kepiting yang bertahan hidup jauh lebih banyak,” kata Tiernan.
Warga menyesuaikan rutinitas Bagi warga seperti Megs Powell, migrasi ini berarti halaman rumah penuh kepiting. Ia mengatakan bisa ada hingga 100 kepiting berjejer di jalan masuk. Banyak warga memilih bekerja dari rumah atau saling menumpang kendaraan untuk membantu menyapu kepiting ke tempat aman. Kepiting betina bisa membawa hingga 100.000 telur, dan petugas Parks Australia turut membantu dengan membersihkan area jalan agar lalu lintas tidak terhenti. “Kadang hanya perlu beberapa menit, tapi bisa juga sampai 20 menit jika terjebak di zona penyebrangan kepiting,” ujar Powell.
Direktur layanan masyarakat Oliver Lines menyamakan peristiwa ini dengan karpet merah yang membentang di sepanjang garis pantai. “Saya sudah tinggal di sini 34 tahun, dan tetap saja pemandangan ini selalu menakjubkan,” katanya. “Anehnya, kepiting-kepiting kecil itu selalu tahu jalan pulang ke hutan tempat mereka berasal,” tambah Lines.
Ketua Asosiasi Pariwisata Pulau Christmas, David Watchorn, menyebut migrasi kepiting merah menjadi magnet wisata internasional. “Ini salah satu fenomena alam paling luar biasa yang bisa disaksikan di dunia,” ujarnya. “Banyak orang memasukkan migrasi kepiting ini dalam daftar perjalanan impian merek,” tandasnya.
Tantangan iklim dan dampak yang masih diteliti Dilansir dari The Guardian, Sabtu (25/10/2025), pemijahan berlangsung sangat teratur, hampir seolah mengikuti jam biologis yang selaras dengan fase bulan. Namun, waktu mulai migrasi dipengaruhi oleh hujan pertama musim penghujan yang biasanya turun antara Oktober dan November. Tahun ini, semuanya terjadi sedikit lebih awal, diduga dipicu oleh kondisi Dipol Samudra Hindia negatif serta suhu perairan yang lebih hangat, yang mendorong curah hujan datang lebih cepat
Belum ada kepastian bagaimana perubahan iklim mempengaruhi kepiting merah atau pola migrasinya.
Namun, menurut Brendon Tiernan, pulau itu kemungkinan akan mengalami periode kemarau yang lebih panjang seiring kenaikan suhu global, diikuti hujan lebat yang lebih intens ketika musim penghujan akhirnya tiba. Kondisi ekstrem seperti ini bisa memengaruhi waktu dan kelancaran migrasi di masa depan.
Tidak ada komentar: