Studi Menemukan Amarah Pada Perempuan Menurun Setelah Usia 50 Tahun

 


Ketika perempuan memasuki usia paruh baya, ada satu emosi yang justru mereda secara mengejutkan—amarah. Sebuah studi terbaru mengungkap bahwa kecenderungan perempuan terhadap ledakan emosi, sikap permusuhan, dan ekspresi agresif menurun secara signifikan seiring bertambahnya usia, terutama selama masa transisi menuju menopause. Menariknya, jenis amarah yang masih bertahan adalah amarah yang ditekan atau dipendam. Ini memberikan perspektif baru tentang bagaimana penuaan dapat berperan dalam pengelolaan emosi, khususnya bagi perempuan yang menghadapi perubahan hormonal di pertengahan hidupnya.

Menopause dan Emosi: Potongan yang Hilang dari Penelitian Selama Ini Penelitian mengenai menopause selama ini banyak berfokus pada gejala depresi dan fluktuasi suasana hati. Namun, bagaimana perempuan menghadapi emosi kuat seperti amarah selama masa perimenopause masih jarang diteliti. Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Menopause oleh The Menopause Society mengisi kekosongan ini dengan menemukan bahwa karakteristik amarah cenderung menurun signifikan mulai dari usia pertengahan. Amarah dalam studi ini didefinisikan sebagai perasaan antagonistik terhadap seseorang atau situasi yang dapat memicu reaksi emosional eksplosif. Ini berbeda dari permusuhan (hostility), yang lebih berkaitan dengan respons berbasis rasa takut, seperti bersiap untuk konflik tanpa sebab yang jelas.

Risiko Kesehatan: Amarah dan Penyakit Jantung Ketertarikan peneliti terhadap amarah perempuan sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1980-an. Fokus utamanya adalah keterkaitan antara amarah dan penyakit kardiovaskular seperti tekanan darah tinggi dan penyakit jantung koroner. Dalam sebuah studi, perempuan dengan “trait anger” tinggi—yakni yang memiliki kecenderungan mudah marah secara konsisten—mengalami peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dalam rentang waktu tiga tahun. Penelitian lanjutan juga menemukan bahwa perempuan dengan skor amarah lebih tinggi cenderung mengalami penebalan dinding arteri karotis satu dekade kemudian, kondisi yang dikenal sebagai peningkatan ketebalan intima-media (intima-media thickness). Tak hanya kesehatan fisik, amarah juga terkait erat dengan masalah kesehatan mental. Perempuan yang sering mengalami kemarahan cenderung menghadapi gejala depresi yang lebih berat selama menopause, khususnya mereka yang menjalani terapi hormon.

Apa yang Terjadi pada Amarah Saat Menopause? Studi terbaru ini mengamati lebih dari 500 perempuan berusia 35 hingga 55 tahun, untuk mengetahui bagaimana usia dan tahapan reproduktif memengaruhi ekspresi amarah. Hasilnya sangat menarik: semakin bertambah usia, kecenderungan untuk marah secara temperamental, bereaksi marah, atau mengekspresikan amarah secara agresif, justru semakin menurun. Namun, satu bentuk amarah yang tetap konsisten adalah amarah yang ditekan—yakni emosi yang tidak diungkapkan secara terbuka. Ini menunjukkan bahwa meskipun secara umum perempuan menjadi lebih mampu mengendalikan emosinya, sebagian masih memilih memendam amarah daripada menghadapinya secara langsung. Selain usia, tahapan reproduksi seperti perimenopause dan postmenopause juga memainkan peran penting. Setelah melewati tahap reproduktif akhir, perempuan menunjukkan pengurangan signifikan dalam berbagai bentuk amarah, yang mengindikasikan adanya peningkatan dalam regulasi emosi selama paruh baya.

Implikasi Nyata: Edukasi dan Manajemen Emosi Dr. Monica Christmas, Direktur Medis Asosiasi di The Menopause Society, menjelaskan, “Aspek kesehatan mental dari transisi menopause dapat berdampak besar pada kehidupan pribadi dan profesional seorang perempuan. Ini sering kali diabaikan, padahal fluktuasi hormon yang terjadi selama masa ini bisa memicu perubahan suasana hati yang intens, termasuk amarah dan permusuhan.” Menurutnya, edukasi mengenai potensi perubahan emosi selama masa-masa rentan seperti postpartum, siklus menstruasi, dan perimenopause dapat sangat membantu perempuan untuk mengelola gejalanya. “Jika dikelola dengan baik, ini akan sangat berpengaruh pada kualitas hidup dan kesehatan secara keseluruhan,” tambahnya. Meski menopause sering diasosiasikan dengan tantangan emosional, temuan studi ini menunjukkan sisi positif dari proses penuaan. Perempuan justru menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam mengatur emosinya seiring bertambah usia, terutama dalam hal menanggapi pemicu amarah secara lebih tenang dan terkendali. Namun, penting untuk mencatat bahwa amarah yang dipendam tetap perlu mendapat perhatian. Studi lebih lanjut dalam konteks kehidupan sehari-hari direkomendasikan, untuk membantu merancang strategi pengelolaan emosi yang lebih efektif, khususnya bagi perempuan paruh baya dan lansia.

Sprei KIntakun

SUMBERhttps://www.kompas.com/sains/read/2025/07/14/105540623/studi-menemukan-amarah-pada-perempuan-menurun-setelah-usia-50-tahun

Studi Menemukan Amarah Pada Perempuan Menurun Setelah Usia 50 Tahun Studi Menemukan Amarah Pada Perempuan Menurun Setelah Usia 50 Tahun Reviewed by wongpasar grosir on 11.15 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.