Profesi unik dan jarang terdengar ini justru menjadi sumber penghasilan utama bagi Sukiman (60), seorang kakek asal Dukuh, Desa Bero, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten. Sejak tahun 1990-an, Sukiman telah menekuni jasa mengawinkan kambing, sebuah pekerjaan yang ia mulai secara tidak sengaja setelah lama menjadi tukang batu dan sempat merantau ke Yogyakarta. “Dari tahun 90-an sudah mulai,” ujarnya saat ditemui Selasa (20/5/2025).
Awalnya, Sukiman mulai memelihara lima kambing betina jenis Bligon atau Jawarandu untuk kebutuhan keluarga. Hasil beternaknya kala itu bahkan mampu membantu biaya pendidikan anak-anaknya.
“Ternak dulu. Dulu saya punya lima betina. Hasilnya buat bayar sekolah anak, setahun bisa bayar satu kali,” paparnya.
Namun, profesi ini berkembang ketika warga sekitar mulai meminta bantuannya untuk mengawinkan kambing peliharaan mereka. Sejak tahun 1997, ia serius menekuni profesi ini dan kini dikenal luas dengan sebutan “naib kambing”. Saat ini, Sukiman memelihara kambing jantan jenis Bligon dan PE (Peranakan Etawa) untuk kebutuhan jasanya.
Ia menyediakan kandang berukuran 3 x 11 meter dan 2,5 x 3 meter di rumahnya. “Kemarin punya sembilan, dijual dua tinggal 7,” ucapnya. Dalam satu bulan, hampir selalu ada “pasien” kambing betina yang datang untuk dikawinkan.
Menariknya, proses penjemputan dilakukan sendiri oleh Sukiman dengan menggunakan sepeda motor yang disambung gerobak.
Tarif jasa mengawinkan kambing ini disesuaikan berdasarkan jarak penjemputan kambing dari rumah pemilik. “Jauh dekat beda. Ada yang Rp 125 ribu, ada yang Rp 175 ribu, yang dekat-dekat Rp 50 ribu,” jelasnya.
Dari pekerjaan unik ini, Sukiman mampu meraup penghasilan bulanan hingga jutaan rupiah. “Paling sebulan dapat Rp7 juta. Tapi itu kotor,” katanya. Sebagian penghasilannya digunakan untuk membeli pakan kambing seperti komboran, campuran dedak dan bahan pakan lainnya.
Tidak ada komentar: