Ambar (26), seorang wanita asal Sukoharjo, Jawa Tengah, terjebak dalam lingkaran pinjaman online (pinjol) akibat tuntutan pertemanan dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam empat tahun terakhir, ia menghabiskan sekitar Rp 200 juta untuk membayar cicilan dan denda pinjol, yang berujung pada kegagalan menyelesaikan kuliah dan perjuangan melawan penyakit mental. Saat dihubungi Kompas.com pada Senin (28/4/2025), Ambar enggan membahas masalah pinjol di rumahnya karena khawatir orang tuanya akan mengingat kembali masa-masa kelam tersebut.
Kami bertemu di sebuah tempat makan di Jl. Yos Sudarso, Gajahan, Pasar Kliwon, Surakarta, di mana Ambar menceritakan perjalanan hidupnya yang penuh liku akibat pinjol. Cerita Ambar dimulai pada tahun 2021, saat Indonesia masih menghadapi pandemi COVID-19. Pembatasan yang diterapkan membuat perekonomian lesu.
Sebagai seorang mahasiswa di sebuah universitas swasta dan anak dari perajin alat musik, Ambar hanya mengandalkan uang saku dari orang tuanya. Namun, uang sakunya yang awalnya antara Rp 100.000 hingga Rp 200.000 per hari, terpangkas menjadi hanya Rp 20.000 per hari.
"Uang Rp 20.000 itu dinilai tidak cukup untuk memenuhi keinginan jajan dan hangout," ungkap Ambar. Keputusan untuk mencoba pinjol sebagai jalan pintas pun diambilnya. Ambar memulai pinjaman dengan nominal Rp 500.000 melalui sebuah platform pinjol.
Namun, ia terjebak karena tidak mampu membayar angsuran, yang membuatnya terpaksa meminjam dari platform lain untuk menutupi tunggakan. "Selama akhir 2021 hingga 2022, saya menunggak sekitar Rp 15 juta," ujarnya. Selain pinjol, Ambar juga mencoba peruntungan dengan arisan online, tetapi justru merugi jutaan rupiah.
"Tahun 2023, semua utang saya sudah diselesaikan oleh bapak," katanya.
Namun, pengalaman pahit tersebut tidak membuat Ambar jera. Ia kembali meminjam dari pinjol dengan menggunakan akun pacarnya. "Total ada sekitar 15 platform yang saya gunakan untuk mendapatkan uang secara instan," ungkapnya. Hingga Februari 2024, Ambar meminta bantuan LBH Soloraya untuk menyelesaikan masalah pinjolnya. Meskipun masalah pinjol telah mereda, Ambar masih harus berjuang dengan kesehatan mentalnya. Penyakit yang dideritanya muncul pada November 2022, saat ia mengalami migrain parah dan harus dirujuk ke poli saraf.
"Setahun bolak-balik rumah sakit. Setiap minggu sekali kontrol sampai MRI dan CT scan," jelasnya. Rasa malu yang menderanya membuat pikiran lelah, bahkan ia sempat tidak bisa tidur selama empat hari. Pada Juli 2023, Ambar didiagnosa mengalami skizofrenia akibat tekanan mental yang dialaminya. "Hampir setiap hari saya menerima telepon sebanyak 50 kali dari orang-orang yang menagih," tuturnya. Ia juga sempat melakukan percobaan bunuh diri sebanyak empat kali. Melihat kembali pengalamannya, Ambar merasa sangat menyesal. "Gila sih. Sudah jatuh sekali dibangunkan, ia menjatuhkan diri lagi. Tidak ada rasa kapok," ujarnya. Namun, kini ia mengaku sudah bisa menikmati hidupnya dan berusaha untuk tidak terjebak dalam lingkaran pinjol lagi. "Sekarang sudah kapok, sudah bisa menikmati gaji, sudah bisa jajan lagi," tutup Ambar.
Tidak ada komentar: