Praktik Kelam Penjualan 66 Bayi di Balik Klinik Bersalin Yogyakarta

 



Bidan DM (77) dan bidan JE (44) diketahui telah melakukan praktik jual beli 66 bayi sejak tahun 2014. Mereka menerima bayi dari pasangan di luar nikah dan menjualnya melalui media sosial. DM merupakan pemilik klinik bersalin, sedangkan JE adalah karyawannya. Kedua tersangka adalah residivis yang sebelumnya pernah ditahan selama 10 bulan atas kasus yang sama. Salah satu warga yang tinggal di dekat klinik, Rio (24), mengungkapkan bahwa klinik milik DM sudah lama beroperasi. Ia pun mengaku kaget saat polisi membongkar praktik perdagangan bayi di klinik tersebut. "Saya malah baru tahu. Klinik itu sudah lama sekali, sejak saya kecil sudah ada. Pokoknya, cuma tempat kelahiran aja," ujarnya, Jumat (13/12/2024)

Rio menambahkan bahwa DM pernah menjabat sebagai ketua RW dan cukup dikenal di desa. "Dulu pas saya SMA, sempat jadi ketua RW. Saya berurusan (dengan tersangka) pas ngurus KTP," imbuhnya. Pantauan Kompas.com klinik milik DM di Gang Teratai, Demakan Baru, Tegalrejo, Kota Yogyakarta, tampak sepi dan tidak ada aktivitas.

Hanya terdapat motor berwarna putih terparkir di halaman dan tertutup rapat pagarnya. Tampak pula kursi panjang besi layaknya kursi di ruang tunggu, selain itu juga terdapat televisi dan alat ukur tinggi badan untuk anak-anak. Rumah berlantai dua itu juga sudah tidak ada pelang nama klinik bersalin.

Dirreskrimum Polda DIY, Kombes Pol FX Endriadi, menyatakan bahwa modus yang digunakan kedua tersangka adalah merawat bayi dari orang tua yang tidak menghendaki memiliki anak. "Modusnya mencari para adopter atau orang yang akan mengadopsi, pasangan-pasangan yang akan mengadopsi melalui yang bersangkutan," terangnya. Berdasarkan buku catatan yang ditemukan, kedua pelaku telah menjual 66 bayi sejak tahun 2010, dengan rincian 28 bayi laki-laki, 36 bayi perempuan, dan 2 bayi yang tidak diberi keterangan jenis kelaminnya. Kedua tersangka menjual bayi dengan harga berbeda-beda tergantung pada jenis kelamin.

"Data terakhir yang disepakati, untuk bayi perempuan Rp55 juta, dan bayi laki-laki Rp60 juta hingga Rp65 juta," jelasnya.

Pada tahun 2024, tercatat ada bayi yang dijual ke Bandung dan Yogyakarta. Proses penyelidikan kasus ini masih berlangsung, termasuk mendalami peran kedua tersangka yang berstatus residivis. "Kami masih melakukan proses pemeriksaan dan pendalaman terhadap perkara ini," tuturnya. Sementara itu, Kabid Humas Polda DIY, Kombes Nugroho Arianto, menyebutkan bahwa pembeli berasal dari berbagai daerah, mulai dari Yogyakarta hingga Papua.

"Dalam dan luar Kota Yogyakarta, termasuk ke berbagai daerah seperti Papua, NTT, Bali, Surabaya, dan lain-lain," ujarnya.

Terkait kasus tersebut, pekerja Dinsos Kota Yogyakarta, Muhammad Isnan Prasetyo, menegaskan bahwa proses adopsi bayi memerlukan prosedur yang cukup panjang sesuai aturan yang berlaku. "Pengangkatan anak ini sangat diminati masyarakat karena banyak yang melaporkan dan mendaftarkan di kami.Kalau dulu belum ada izin, saat ini sudah ada ketentuannya, maka harus diproses secara legal," tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa proses adopsi melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari Dinsos hingga sejumlah lembaga terkait. "Kami gratis, tidak dipungut biaya. Prosesnya bisa terbuka, transparan, dan kami melibatkan beberapa pihak, seperti tokoh masyarakat, tokoh wilayah, dan beberapa stakeholder dari dinas dukcapil," pungkasnya. Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Emma Rahmi Aryani mengungkap, dua bidan yang menjadi tersangka penjualan bayi di Yogyakarta, yakni DM dan JE, tidak miliki Surat Izin Praktik (SIP) sebagai bidan. Emma menambahkan, dalam setiap SIP yang diberikan, terdapat klausul agar pemilik SIP menaati aturan perundang-undangan.

"Di setiap Surat Izin Praktik (SIP) yang diterbitkan ada klausa, menaati peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan standar profesi," kata dia. Ia mengatakan jika terdapat pelanggaran pihaknya menyerahkan seluruhnya ke ranah hukum. "Adapun pelanggaran perundang undangan, penyelidikan dan penyidikan kewenangan aparat penegak hukum," kata dia.

Dalam kasus ini, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa formulir, uang pecahan Rp100 ribu, dan sebuah ponsel. Akibat perbuatannya, JE dan DM dijerat dengan Pasal 83 dan Pasal 76F Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp300 juta.



SUMBERhttps://yogyakarta.kompas.com/read/2024/12/14/071700878/-praktik-kelam-penjualan-66-bayi-di-balik-klinik-bersalin-yogyakarta?page=2


Praktik Kelam Penjualan 66 Bayi di Balik Klinik Bersalin Yogyakarta Praktik Kelam Penjualan 66 Bayi di Balik Klinik Bersalin Yogyakarta  Reviewed by wongpasar grosir on 09.36 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.