JA (24), seorang mahasiswi asal Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, ditemukan tewas bersama janinnya di rumah kos di Jalan Sumantara, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember, pada Sabtu (19/10/2024). Korban diduga meninggal akibat gagal melakukan aborsi dengan meminum obat keras. Kapolres Jember, AKPB Bayu Pratama Gubunagi, menjelaskan bahwa penemuan jenazah JA berawal dari laporan masyarakat. "Petugas kepolisian melakukan olah TKP dan menemukan beberapa bukti," ujarnya dalam konferensi pers di Mapolres Jember pada Rabu (23/10/2024).
Polisi kemudian melakukan pendalaman kasus dengan memeriksa tujuh saksi dan menganalisis ponsel korban. Hasilnya menunjukkan adanya dugaan tindak pidana.
"AdA percakapan dengan seseorang yang diduga terlibat secara langsung yang menyebabkan terjadinya kematian korban dan janin," terang Bayu. Berdasarkan pemeriksaan, polisi menemukan bahwa korban meninggal dunia akibat pendarahan dan kelahiran yang dipaksakan. Hal ini terjadi setelah korban mengonsumsi obat keras merek Invitec yang mengandung misoprostol 200 miligram. Obat tersebut dapat menyebabkan keguguran dan bereaksi setelah sekitar empat jam. "Korban sudah tidak bisa dihubungi sejak pukul 11.00 WIB. Kemungkinan waktu kematian korban sekitar pukul 10.00-11.00 WIB siang," tambahnya.
Polisi terus menelusuri pihak yang menyediakan obat tersebut yang mengakibatkan kematian korban. Ternyata, obat itu disediakan oleh FI (25), warga Situbondo yang mengaku sebagai suami siri korban. FI membeli obat tersebut di apotek di Situbondo. Menurut Bayu, obat itu merupakan obat keras yang harus mendapatkan resep dan pengawasan dari dokter. Korban diketahui bukan pertama kali mengonsumsi obat tersebut. Sebelumnya, pada April dan November 2023, JA juga pernah mengonsumsi obat yang sama untuk menggugurkan kandungan. "Berdasarkan komunikasi pribadi, tersangka FI mendorong korban untuk mengonsumsi obat itu sejak sehari sebelum kejadian," papar Bayu.
Motif dari tersangka adalah karena tidak menginginkan kelahiran anak dari korban. Akhirnya, polisi melakukan gelar perkara dan menetapkan FI sebagai tersangka atas perbuatannya. Ia dijerat dengan Pasal 428 UU No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan juncto Pasal 48 KUHP, dengan ancaman maksimal delapan tahun penjara. Polisi juga menyita sejumlah barang bukti, termasuk seprai, handuk, baju korban, beberapa alat komunikasi, serta sisa obat yang belum digunakan.
Tidak ada komentar: