Surabaya (beritajatim.com) – Belakangan ini seorang selebgram atau influencer ramai menjadi perbicangan warganet lantaran dinilai memiliki gaya hidup yang mewah. Fenomena ini bahkan menuai pro kontra di tengah masyarakat
Sekilas memang tampak tak ada masalah. Namun, netizen justru merasa geram, sebab diketahui selebgram tersebut rupanya merupakan mahasiswa yang berstatus sebagai penerima beasiswa pendidikan KIP-K.
KIP-K sendiri merupakan program pemerintah dalam membantu mahasiswa dari keluarga kurang mampu secara ekonomi untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Karena itu, warganet menduga selebgram tersebut telah menyalahgunakan dana KIP-K yang diterimanya.
Menyikapi itu, Dosen Ilmu Pop, Culture, and Celebrity Universitas Airlangga (Unair) Angga Prawadika Aji menyayangkan fenomena tersebut dapat terjadi di kalangan mahasiswa yang menerima beasiswa.
Padahal, menurut Angga pemberian beasiswa itu bertujuan untuk memberikan bantuan dana pendidikan dan hidup kepada mahasiswa yang kurang beruntung serta harus digunakan dengan tepat.
“Dalam fenomena ini, terjadi adanya pergeseran dalam memaknai kebahagiaan hidup. Mayoritas dari mereka menganggap kekayaan dan popularitas dapat mendatangkan kebahagiaan hidup yang sebenarnya. Nyatanya, di kehidupan sehari-hari itu akan berdampak negatif pada anak muda,” katanya, Kamis (16/5/2024).
Angga menerangkan, fenomena tersebut didukung riset-riset sebelumnya di Amerika terkait fenomena serupa. Riset menyebutkan, mayoritas anak muda pada 20 tahun lalu memaknai kebahagian hidup dinilai dari kemapanan, stabilitas dan keluarga yang harmonis.
“Nah, pada riset lainnya dengan target anak muda sekarang menghasilkan hasil yang berbeda. Sebagian besar dari mereka mendewakan popularitas di dunia maya. Hal-hal itulah yang seharusnya dihindari oleh anak muda masa sekarang agar tidak tenggelam atas kebahagiaan yang fana,” terangnya.
Meski demikian, Angga melihat dalam fenomena itu sebetulnya yang menjadi persoalan bukan terletak pada popularitasnya, namun pada kekuatan finansialnya. Menurutnya, tidak ada masalah menjadi seorang influencer yang mendapatkan beasiswa.
“Namun, yang patut digarisbawahi adalah bagaimana seorang influencer dapat menjadi dampak yang baik di media sosial. Contohnya, dengan menjadi konten kreator pendidikan yang memanfaatkan dana beasiswa untuk perlombaan atau kegiatan positif lainnya,” tegasnya.
Menurutnya, haus akan validitas akan menyebabkan para anak muda berbondong-bondong menunjukkan hidup yang sophisticated. Tak dapat dipungkiri, mereka akan tergiur melakukan berbagai hal agar mencapai validitas tersebut, misalnya menyalahgunakan dana beasiswa.
Ia pun mengimbau agar anak muda untuk bijak memaknai kehidupan. Sebab, kehidupan mewah dan haus akan validitas akan menyebabkan kehidupan yang dangkal. [ipl/suf]
Tidak ada komentar: