SOSOK Sentot Dapat Ganti Rugi Rp 10,7 M Cuma Jaga Warung, Berharap Tak Kena Proyek Underpass: Kurang
TRIBUNJATIM.COM - Sosok pria bernama Ahmad Sentot Joko menyita perhatian publik lantaran kini ia kaya mendadak.
Pasalnya, Sentot dapat ganti rugi Rp 10 miliar imbas proyek underpass Joglo Solo.
Namun, Sentot rupanya bisa memilih untuk tak pindah rumah.
Pekerjaannya pun terungkap.
Sentot merupakan warga RT 04/RW 02, Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo .
Sentot mendapat ganti rugi lebih kurang Rp 10.745.208.400.
Tapi kini, Sentot masih belum memiliki rumah pengganti meski dirinya telah menerima uang ganti proyek underpass Joglo Solo.
Sentot berharap dirinya bisa segera mendapatkan rumah pengganti.
"Masih delongop (bingung) ini, mau pindah masih coba tempat baru," kata Sentot di Kantor Kelurahan Nusukan, Kota Solo, Selasa (26/9/2023), dikutip TribunJatim.com dari TribunSolo.
"Tapi ini kan tengah kapan disuruh pindah belum,".
"Kalau dua minggu lagi, ini kan rumah tidak mudah kalau misal dikasih dua bulan mungkin saget," tambahnya.
Memang, Sentot dan warga terdampak proyek underpass Joglo lainnya diberikan waktu lebih kurang 2 pekan.
Waktu itu bisa dipakai warga terdampak dan telah menerima uang ganti rugi untuk mengosongkan lahan.
"Ya saya tidak berbuat apa-apa, kalau boleh saya tidak kena proyek," ucap dia.
"Kalau boleh ya. Kan apa bisa milih seperti itu. Kan tidak bisa, jadi mau gimana lagi. Kira-kira begitu," sambungnya.
Ia pun juga merasa ganti rugi sebesar itu masih kurang baginya, namun Sentot berlega hati untuk menerimanya.
"Kalau bisa milih tidak pindah," ungkapnya.
Dalam satu sertifikat, Sentot mengaku hanya ada satu Kepala Keluarga (KK) dan kini dirinya hanya bergantung pada warung yang menjadi mata pencaharian utama miliknya.
"Satu KK. Saya pengangguran, dari warungan dan teman ingin tenaga saya mau," pungkas Sentot.
Di sisi lain, nasib sejumlah pedagang kaki lima (PKL) yang berada di sepanjang jalan Ki Mangun Sarkoro dan jalan Sumpah Pemuda, Banjarsari, Solo kini terkatung-katung.
Hal itu karena jelang proyek pembangunan Underpass Palang Joglo yang akan dimulai pada pertengahan bulan Oktober mendatang.
Selain warga sekitar proyek, pedagang kaki lima di sekitar lokasi proyek Underpass Palang Joglo pun mengaku terdampak.
Salah satunya Supriyono (48) warga Klaten yang telah puluhan tahun berdagang angkringan di sisi Selatan Simpang Joglo tersebut kini was-was bila lapak jualannya diminta untuk pindah.
"Ya memang kalau pemerintah minta suruh pindah ya mau gimana lagi, wong tidak bisa ngapa-ngapain. Padahal Tegal-sawah e (ladang mencari nafkahnya) di sini, yaudah nggak tahu nanti gimana," ujar Supriyono saat ditemui TribunSolo.com, Selasa (27/9/2023).
Sementara itu, Asisten Lahan Satker PJN III Jawa Tengah, Agus Mulyanto membenarkan bahwa sekitar lokasi proyek pembangunan Underpass Palang Joglo harus steril saat pengerjaan dimulai.
"Iya benar," ujar Agus saat dihubungi.
Lebih lanjut, Agus menerangkan bahwa sebelum pelaksanaan pengerjaan proyek, kawasan tersebut telah steril.
"Diharapkan sebelum pelaksanaan pekerjaan dimulai mungkin sudah mengosongkan atau menyesuaikan di lapangan," sambungnya.
Agus menambahkan, pemberitahuan tersebut biasanya melalui surat edaran yang dikirim ke kantor Kelurahan setempat yang kemudian akan teruskan kepada para PKL.
"Kalau surat pemberitahuan ada, dan biasanya undangan nantinya disampaikan lewat kelurahan setempat," pungkasnya.
Sementara itu, Agus tidak menjelaskan secara pasti kapan surat pemberitahuan tersebut disampaikan ke pihak berwenang.
Dari pantauan TribunSolo.com, setidaknya ada sekitar 17 PKL yang berada di sepanjang proyek pembangunan Underpass Palang Joglo.
Belasan PKL tersebut terdiri dari berbagai macam usaha seperti angkringan, warung makan, warung kelontong, dan pengusaha tambal ban.
Curhat Bakul Angkringan
Supriyono (48) membuka usaha angkringan yang berada di Jalan Ki Mangun Sarkoro sejak tahun 1990-an kini terancam digusur.
Ketakutan Supriyono tersebut bukan tanpa alasan, karena lokasi tempatnya mengais rezeki masuk dalam wilayah proyek pembangunan Underpass Palang Joglo yang diperkirakan sepanjang 1,2 kilometer.
Sementara itu, Agus tidak menjelaskan secara pasti kapan surat pemberitahuan tersebut disampaikan ke pihak berwenang.
Dari pantauan TribunSolo.com, setidaknya ada sekitar 17 PKL yang berada di sepanjang proyek pembangunan Underpass Palang Joglo.
Belasan PKL tersebut terdiri dari berbagai macam usaha seperti angkringan, warung makan, warung kelontong, dan pengusaha tambal ban.
Bahkan saat sejumlah warga yang tinggal di sana telah mendapatkan ganti rugi imbas pembangunan Underpass, rasa was-was Supriyono itu semakin kuat.
Ia mengaku cemas apabila angkringan tempat usahanya diminta untuk pindah meski sampai sekarang belum ada pemberitahuan terkait hal tersebut.
"Saya berdagang sejak sebelum jalan ini rame, masih sepi. Sekitar tahun 90'an," kisah Supriyono mengingat pertama kali datang ke Solo untuk mengadu nasib.
Sampai saat ini Supriyono masih harap-harap cemas apakah lapak angkringannya juga ikut diminta pindah
"Kalau saya belum, secara langsung belum. Sudah dengar, pasti," sambung Supriyono saat ditemui TribunSolo.com, Selasa (26/9/2023) sore.
Bukan tanpa alasan, Supriyono menerangkan dirinya kini menjadi tulang punggung keluarga dan harus menghidupi empat orang anak.
Sementara itu usaha angkringan yang ia teruskan dari sang paman dan sepupunya sejak tahun 1980-an ini menjadi satu-satunya tempat ia mencari uang.
"Ya masalahnya ini menghidupi empat keluarga, tidak ada kompensasi ganti rugi," katanya.
Ia pun kini mengaku pasrah meski harus dengan terpaksa pindah tempat berdagang bila diminta oleh pihak yang berwenang.
"Ya memang kalau pemerintah minta suruh pindah ya mau gimana lagi, wong tidak bisa ngapa-ngapain. Padahal Tegal-sawah e (ladang mencari nafkahnya) di sini, yaudah nggak tahu nanti gimana," tambahnya.
Di kesempatan yang sama, Supriyono juga menceritakan sejak beberapa bulan terakhir angkringan yang buka setiap hari dari pukul 14.00-03.00 WIB itu mulai ditinggalkan para pelanggan.
Hal itu terjadi setelah palang perlintasan kereta api Joglo ditutup karena ada proyek pengerjaan rel layang.
"Sehari-hari. Sebelum perlintasan rel ditutup angkringan rame terus. Kan dulu truk-truk itu 24 jam nggak pernah berhenti. Sekarang sudah sepi, terus kalau ini nanti disuruh pindah ya gatau lagi mau gimana," pungkasnya.
Supriyono pun kini hanya bisa menunggu akankah angkringan tempat usahanya ikut direlokasi seperti rumah-rumah dan tempat usaha milik warga di sepanjang jalan tersebut terdampak proyek pembangunan Underpass Palang Joglo.
Tidak ada komentar: