7 Tersangka, 3 Vonis Berbeda dan 1 Tersangka Belum Disidang Dalam Kasus Penganiayaan SIswi SD Malang
SURYAMALANG.COM, MALANG - Kasus penganiayaan atau perundungan yang disertai kasus pelecehan sesksual atau rudapaksa dengan korban siswi SD di Kota Malang yang sempat viral memasuki babak baru dengan telah dijatuhkannya vonis pengadilan.
Kasus yang dialami oleh korban anak-anak dan pelakunya juga para anak-anak di bawah umur itu telah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Malang dan telah menuntaskan tahapan vonis.
Ada beberapa catatan yang dirangkum SURYAMALANG.COM sepanjang perjalanan penanganan kasus ini.
Bebeberapa catatan yakni telah ditetapkannya 3 vonis berbeda dari rangkaian kasus penganiayaan dan pelecehan seksual pada anak di kota Malang ini.
Catatan penting lainnya adalah adanya fakta bahwa masih ada 1 tersangka yang belum menjalani persidangan untuk kasus yang sama di saat para tersangka lain telah menjadi terdakwa dan divonis di PN Malang.
Seperti diketahui peristiwa penganiayaan dan rudapaksa siswi SD di Kota Malang itu terjadi pada Kamis (18/11/2021).
Korban yang berusia 13 tahun dan tercatat sebagai siswi kelas VI SD adalah anak yang sehari-hari dititipkan di Panti Asuhan karena ibunya bekerja sebagai ART dan ayahnya ODGJ.
Kasus ini mencuat ketika sebuah video berdurasi 29 detik yang menunjukkan korban tengah dikeroyok menjadi viral di media sosial.
Berikut catatan perjalanan kasus penganiayaan atau perundungan yang disertai kasus pelecehan sesksual atau rudapaksa dengan korban siswi SD di Kota Malang yang sempat viral itu :
1. Ada 7 Tersangka
Setelah kasus ini menjadi sorotan masyarakat karena video perundungan atau penganiayaan yang viral di media sosial, Polresta Malang kota turun tangan.
Melalui proses penyidikan, Polresta Malang Kota akhirnya menetapkan 7 tersangka.
Kasat Reskrim Polresta Malang Kota, Kompol Tinton Yudha Riambodo menyatakan dari 10 orang terduga pelaku yang diamankan, tujuh orang telah ditetapkan menjadi tersangka.
Dari 7 orang tersangka itu, yaitu satu tersangka untuk kasus pencabulan dan sisanya adalah tersangka kasus penganiayaan.
Pasangan nikah siri yang terlibat dalam kasus tersebut, ikut ditetapkan menjadi tersangka.
"Terkait persetubuhan sudah jelas, salah satu anak (tersangka) dengan hasil visum maupun keterangan saksi-saksi yang lain, bisa disimpulkan dia telah melakukan persetubuhan terhadap korban. Sedangkan untuk perkara penganiayaan, kita sudah memilah-milah peranan per peranan. Jadi ada yang bagian memukul, menendang, ada yang menyuruh dan ada yang memvideo," bebernya.
Pria yang akrab disapa Tinton ini menjelaskan dari tujuh orang tersangka itu, sebanyak enam orang telah dilakukan penahanan di sel tahanan anak Polresta Malang Kota.
"Sedangkan satu orang tersangka, tidak kita lakukan penahanan. Hal ini karena anak tersebut masih berumur dibawah 14 tahun, sesuai dengan Pasal 32 UU RI No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak," jelasnya.
Tinton mengungkapkan, enam orang tersangka yang ditahan di sel tahanan anak Polresta Malang Kota, menjalani masa penahanan selama 15 hari.
"Kita upayakan dan tetap berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk segera mempercepat penanganan ini dan kepastian hukumnya," tambahnya.
Atas perbuatannya tersebut, ketujuh orang tersangka diancam dengan pasal pidana yang berbeda. Sesuai dengan peranan masing-masing tersangka.
"Untuk kekerasan anak, diancam Pasal 80 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dan Pasal 170 ayat 2 Ke 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara tujuh tahun. Sedangkan untuk persetubuhannya, Pasal 81 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun penjara," tandasnya.
2. Sidang di PN Malang Mulai 14 Desember 2021
Sidang perdana kasus penganiayaan dan rudapaksa Siswi SD di kota Malang pertama kali memasuki proses sidang di Pengadilan Negeri (PN) Malang pada Selasa (14/12/2021).
Seperti diketahui, sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan itu dilakukan setelah upaya diversi antara pelaku dengan korban gagal.
Humas PN Malang, Djuanto mengatakan bahwa agenda sidang tersebut dimulai dengan pembacaan dakwaan. Kemudian, dilanjutkan dengan sidang pemeriksaan saksi-saksi.
"Jadi, untuk saksi ini ada dari saksi pelaku dan saksi korban yang diperiksa oleh majelis hakim. Hal ini setelah saya simpulkan, bahwa dilanjutkannya proses persidangan setelah proses diversi dinyatakan gagal," ujarnya Djuanto.
Proses peradilan anak akan dilakukan secara maraton. Mengingat aturan, bahwa hakim hanya dapat menahan terdakwa selama 15 hari, dan dapat diperpanjang oleh keputusan ketua majelis hakim selama 30 hari.
Sidang perdana untk kasus penganiayaan itu hanya untuk 5 terdakwa.
3. Ada 3 Tuntutan berbeda
Kasi Pidum Kejari Kota Malang, Kusbiantoro mengungkapkan ada tuntutan berbeda bagi para pelaku kasus penganiayaan bagi 5 terdakwa.
"Jadi untuk empat pelaku anak, pihak JPU Kejari Kota Malang mendakwakan Pasal 170 ayat 2 Ke 1 KUHP atau Pasal 80 ayat 1 juncto Pasal 76 C UU No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,"
"Sedangkan untuk pelaku anak berinisial N, kami dakwakan Pasal 170 ayat 2 ke 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke 2 KUHP atau Pasal 80 ayat 1 juncto Pasal 76 C UU No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 ayat 1 ke 2 KUHP," bebernya.
Dirinya mengungkapkan, ada sedikit perbedaan pasal yang didakwakan, khususnya kepada terdakwa berinisial N.
"Iya memang benar, karena pelaku anak berinisial N ini sebagai penganjur (yang menyuruh dan menganjurkan para pelaku lainnya untuk melakukan aksi penganiayaan)," tambahnya.
Sementara untyk kasus pelecehan seksualnya, JPU Kejari Kota Malang mendakwa terdakwa berinisial Y dengan dakwaan tunggal.
"Kami mendakwa terdakwa dengan pasal 81 UU No 17 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak," ujar Kusbiantoro.
Meski terdakwa Y masih di bawah umur, namun tidak dilakukan tindakan diversi.
"Untuk terdakwa Y, karena ancaman hukumannya di atas tujuh tahun penjara, maka tidak diwajibkan untuk dilakukan diversi. Jadi oleh hakim, tidak dilakukan diversi dan langsung menjalani sidang," tambahnya.
Pelaku pelecehan seksual siswi SD ini jalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Malang pada Rabu (15/12/2021).
Pelaku penganiayaan siswi SD menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Jumat (24/12/2021). (SURYAMALANG.COM/Kukuh Kurniawan)
4. Vonis Hakim Berbeda
Pelaku pelecehan seksual siswi SD berinisial Y, menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Malang, Kamis (23/12/2021).
Dalam sidang tersebut, pelaku anak kasus pelecehan seksual berinisial Y terbukti melanggar Pasal 81 ayat (2) UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan UU No 35 Tahun 2014 dan perubahan kedua dengan UU No 17 Tahun 2016.
Majelis hakim menjatuhkan vonis empat tahun penjara di LPKA Blitar.
Selain itu, majelis hakim juga memvonis pelaku anak Y, untuk mengikuti pelatihan kerja di Balai Rehabilitasi Sosial Antasena Magelang selama lima bulan.
Dan majelis hakim juga mewajibkan pelaku anak Y, membayar biaya restitusi sebesar Rp 245 ribu.
Sementara sidang putusan terkait kasus penganiayaan siswi SD baru berlangsung hari ini pada Jumat (24/12/2021).
Dalam sidang tersebut, 5 pelaku anak kasus penganiayaan dihadirkan di ruang sidang ramah anak PN Malang.
Namun, karena satu pelaku anak divonis berbeda, maka majelis hakim yang diketuai oleh Sri Hariyani memutuskan untuk menggelar dua sidang.
Sidang pertama, diikuti oleh empat pelaku anak kasus penganiayaan.
Dalam sidang tersebut, empat pelaku anak terbukti melanggar Pasal 80 ayat 1 UU No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
"Keempat pelaku anak, terbukti bersalah dan turut serta melakukan penganiayaan. Sehingga, majelis hakim memutuskan mengadili empat pelaku anak, dengan hukuman berupa pelatihan kerja selama 10 bulan di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus Antasena Magelang," ujar Ketua Majelis Hakim, Sri Hariyani dalam persidangan.
Usai sidang pertama, majelis hakim PN Malang langsung melanjutkan dengan sidang kedua.
Dalam sidang kedua, diikuti oleh pelaku anak kasus penganiayaan berinisial N.
Dalam sidang itu, pelaku anak N terbukti melanggar Pasal 80 ayat 1 UU No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 ayat 1 ke 2 KUHP.
"Pelaku anak N terbukti bersalah, dan telah menjadi penganjur dalam perkara penganiayaan tersebut. Sehingga, majelis hakim memutuskan mengadili pelaku anak N dengan hukuman berupa pidana penjara selama enam bulan. Selain itu, majelis hakim menetapkan biaya restitusi sebesar Rp 2.750.000 kepada pelaku anak N," terangnya.
Dalam sidang itu, majelis hakim juga membeberkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan putusan kelima pelaku anak tersebut.
"Untuk yang memberatkan, perbuatan pelaku anak telah meresahkan masyarakat, tidak membantu peran pemerintah terkait perlindungan anak, serta korban dan orang tua korban belum memaafkan tindakan pelaku. Untuk yang meringankan, pelaku anak telah menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi lagi perbuatannya tersebut," ungkapnya
Sementara itu, kuasa hukum dari pelaku anak N, Heri Budi menjelaskan, bahwa kliennya tersebut akan menjalani masa pidana penjara di Lapas Perempuan Kelas II A Malang.
"Pihak orang tua dari kelima pelaku anak, menerima putusan majelis hakim tersebut. Untuk pelaku anak N, akan menjalani masa pidana penjara di Lapas Perempuan Malang. Hal itu dikarenakan, pelaku anak N masih memiliki anak yang masih berusia 2,5 bulan," bebernya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Malang, Wanto Hariyono mengaku masih pikir-pikir dengan putusan majelis hakim.
"Kami masih pikir-pikir dengan putusan tersebut. Kami akan berkoordinasi lebih lanjut dengan pimpinan. Masih ada waktu tujuh hari, sebelum putusan itu dinyatakan inkracht (berkekuatan hukum tetap)," pungkasnya.
Ketua DPC Ikadin Malang Raya sekaligus salah satu anggota tim kuasa hukum korban, Leo Permana berharap dengan adanya vonis itu para pelaku jera dengan perbuatannya.
"Seperti sejak awal yang dikatakan oleh ibu korban, bukan berapa lama hukuman yang dijatuhkan oleh hakim. Tetapi, agar tercipta efek jera kepada para pelaku. Karena apa yang dilakukan pelaku ini, telah membuat rasa trauma yang mendalam seumur hidup terhadap korban," ungkapnya.
Leo menjelaskan, dengan adanya efek jera tersebut, diharapkan para pelaku anak ini sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah suatu perbuatan yang sadis.
"Salah satu efek jera disini adalah, bagaimana bisa memberikan kesadaran kepada pelaku anak-anak tersebut. Bahwa apa yg dilakukan mereka terhadap korban, adalah suatu perbuatan yang sadis, jahat dan bukannya bangga terhadap perbuatannya tersebut," bebernya.
5. Satu Tersangka Belum Disidang
Kasi Pidum Kejari Kota Malang, Kusbiantoro mengungkapkan, bahwa sidang untuk perkara penganiayaan dengan korban siswi SD tersebut diikuti oleh lima orang pelaku.
Sebelumnya, Polresta Malang Kota telah menetapkan 6 tersangka dalam kasus ini.
Kusbiantoro mengatakan satu pelaku lainnya, belum dapat mengikuti jalannya persidangan.
"Untuk satu pelaku penganiayaan, belum tahap satu. Kami masih baru menerima SPDP nya. Sehingga, sidang tersebut hanya diikuti oleh lima pelaku penganiayaan," terangnya.
SUMBER : https://suryamalang.tribunnews.com/2021/12/24/7-tersangka-3-vonis-berbeda-dan-1-tersangka-belum-disidang-dalam-kasus-penganiayaan-siswi-sd-malang?page=4
Tidak ada komentar: