TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Eks Kadispendik Jawa Timur, Syaiful Rachman, salah satu terdakwa dugaan kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018, hingga rugikan negara Rp 8,2 miliar, tak menyangka proyek pembangunan ruang praktik siswa (RPS) tersebut bakal menyeretnya ke meja hijau.
Sebagai saksi mahkota dalam agenda sidang lanjutan yang berlangsung di Ruang Sari, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (27/10/2023) siang, Syaiful Rachman memberikan kesaksiannya atas terdakwa Eny Rustiana.
Selama bersaksi, Syaiful Rachman terus menegaskan dirinya sama sekali tidak meminta keuntungan dalam bentuk apapun, apalagi sejumlah uang kepada terdakwa Eny selama berlangsungnya proyek pembangunan RPS.
Bahkan, menurutnya, proses pelengkapan laporan keuangan atas pengerjaan RPS untuk 60 SMK tersebut, nyaris rampung pada awal tahun 2019.
Namun dia mengatakan, ada yang melaporkan ke pihak kepolisian, ternyata persoalan RPS masuk meja penyelidikan pihak kepolisian Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Jatim.
"Saya tidak pernah minta minta uang masalah RPS ini menjelang belum tuntas itu tapi sudah ada laporan di polda. Entah siapa yang melaporkan. Lupa saya, siapa yang laporan. Di tahun 2019, saya sudah selesai," ujar Syaiful Rachman.
Syaiful Rachman bertindak sebagai pengguna anggaran pembangunan RPS yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018, dengan nilai keseluruhan Rp 63 miliar.
Dana tersebut dialokasikan kepada 60 SMK; 43 SMK negeri dan 17 SMK swasta, untuk pembangunan ruang praktik siswa (RPS), pembangunan rangka atap rangka berbahan besi WF (Wide Flange Iron), beserta pembelian perabotan mebeler, secara swakelola.
Dalam prosesnya, Syaiful Rachman menunjuk Hudiyono sebagai Kabid SMK Dispendik Jatim kala itu, sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), sebelum dimutasi untuk promosi jabatan sebagai Biro Kesra Setdaprov pada Agustus 2018.
Saat menjelaskan mengenai kewenangan sebagai Kadispendik Jatim kala itu, Syaiful Rachman dicecar oleh Hakim Ketua Arwana mengenai alasan penunjukan Ramlianto yang kala itu menjabat sebagai Sekretaris Dispendik Jatim, sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pembangunan RPS.
Didapati fakta, Syaiful Rachman menunjuk Ramlianto sebagai PPK sementara yang diberikan surat keterangan (SK) dari dirinya sendiri yang saat itu menjabat sebagai Kadispendik Jatim.
Alasannya, jika menunggu SK PPK yang didasarkan pada Peraturan Gubernur Jatim, akan memakan waktu yang lama.
Apalagi proses pengerjaan proyek tersebut membutuhkan waktu yang cepat agar rampung dalam kurun waktu setahun.
Oleh karena itu, dirinya berinisiatif membuat SK sementara tersebut dengan menunjuk sosok Ramlianto.
"Saya lupa (soal SK penunjukan Ramli sebagai PPK). Iya mengangkat (Ramli jadi PPK). Saya menunjuknya sebagai PLT Kepala Bidang. Mohon maaf saya ingat ingat. Iya saya mengangkat," terangnya.
Hakim Ketua Arwana mengaku janggal dengan pernyataan Syaiful Rachman mengenai langkah organisasi yang dilakukan sebagai Kadispendik Jatim.
Pada beberapa pernyataan, Syaiful Rachman sempat berdalih bahwa tahapan pelaksanaan proyek tersebut sejak awal hingga akhir, dilakukan oleh pejabat terkait.
Namun, pada beberapa keterkaitan yang berhasil ditemukan atas keterangan para saksi sebelumnya dengan pernyataan Syaiful Rachman, didapati Syaiful Rachman memiliki kewenangan penuh dalam pelaksanaan pembangunan proyek tersebut.
"Karena semua surat penandatanganan proyek saksi (Anda) semua yang handel. Karena saksi bilang seakan semuanya ditangani PPK. Soalnya Anda sudah dengar keterangan Agus, gimana mau bertindak jika tidak ada persetujuan dari atas," ujar Hakim Ketua Arwana.
Syaiful Rachman mengaku pernah memperoleh informasi dari Hudiyono bahwa pada beberapa pelaksanaan proyek tersebut, terutama pengadaan rangka atap dan mebeler, bakal diserahkan kepada terdakwa Eny Rustiana.
Namun, Syaiful Rachman berdalih bahwa dirinya tidak menyetujui langkah tersebut, dengan memasrahkan semua keputusan tersebut kepada Hudiyono.
"Saya tidak menyetujui secara langsung sebagai PA, tapi saya kembalikan ke KPA (Hudiyono). Terserah pak Hudiyono saja. lya saya tetap dengan BAP. Yang akan mengerjakan. Iya (Eny)," jawab Syaiful Rachman.
Kemudian, Hakim Anggota Agus sempat memberikan sejumlah pertanyaan lanjutan menambahi rentetan pertanyaan Hakim Ketua Arwana kepada Syaiful Rachman.
Namun, sebelum itu, ia sempat memberikan tinjauan atas kesaksian yang telah disampaikan oleh Syaiful Rachman.
Bahwa kewenangan dan tanggung jawab penuh yang dimiliki oleh Syaiful Rachman selama menjabat sebagai Kadispendik Jatim, kala itu, sangat memungkinkan untuk memutuskan adanya indikasi atau praktik pelanggaran penggunaan anggaran.
Apalagi Syaiful Rachman mengetahui adanya informasi bahwa indikasi pelanggaran tersebut, baru 'akan' dilakukan oleh sejumlah pihak.
Oleh karena itu, Hakim Anggota Agus sempat meragukan fungsi pengendalian dan pencegahan pelanggaran yang sebenarnya dapat dan memungkinkan dilakukan oleh Syaiful Rachman pada saat itu.
"Tadi Anda ditanya PH ternyata 'akan' kata pak Hudiyono, uang belum cair. Sedangkan kalau dikontrakuangkan atau dipihaktigakan. Seandainya Anda merasa memiliki fungsi pengendalian, itu sebenarnya luar biasa dan tidak terjadi," ujar Hakim Anggota Agus.
Mendekati pernyataan tersebut, Syaiful Rachman meresponsnya dengan jawaban yang sama. Bahwa, keputusan tersebut telah diserahkannya kepada pihak Hudiyono, sebagai Kabid SMK Dispendik Jatim, yang juga sebagai KPA kala itu.
"Saya kembalikan ke pak Hudiyono. Mencegah yang bagaimana," jawab Syaiful Rachman bertanya balik kepada majelis hakim.
Mendengar pertanyaan balik yang terkesan 'bengal' itu, justru memantik kegeraman Hakim Ketua Arwana.
Hakim Ketua Arwana balik menyebutkan aturan sederhana dalam tata laksana persidangan, kepada Syaiful Rachman, sebagai penegasan.
Bahwa terdakwa ataupun saksi hanya cukup menjawab pertanyaan yang diajukan majelis hakim dengan pernyataan yang memang diketahui jawabannya.
Atau, jikalau memang tidak mengetahui jawaban atau pertanyaan tersebut. Dapat menjawab tidak tahu atau lupa.
"Eh saudara kenapa bertanya ke pak hakim lagi. Ini bukan pasar tanya jawab gini. Kalau saudara ditanya hakim ya jawab aja. Kok bisa tanya jawab," tegas Hakim Ketua Arwana.
Sekadar diketahui, terungkap modus mantan Kadispendik Jatim, Syaiful Rachman dan mantan kepala SMK swasta di Jember, Eny Rustiana, dalam menyunat dana renovasi pembangunan atap dan pembelian mebeler seluruh SMK se-Jatim.
Nilai kerugian negara akibat praktik dugaan korupsi yang dilakukan kedua tersangka, sekitar Rp 8,2 miliar.
Uang tersebut bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim, tahun 2018, dengan nilai keseluruhan Rp 63 miliar.
Seharusnya uang tersebut dialokasikan kepada 60 SMK; 43 SMK negeri dan 17 SMK swasta, untuk pembangunan ruang praktik siswa (RPS), pembangunan rangka atap rangka berbahan besi WF (Wide Flange Iron), beserta pembelian perabotan mebeler, secara swakelola.
Panit Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Jatim, Ipda Aan Dwi Satrio Yudho menerangkan, dalam pelaksanaan, proses pencairan dana tersebut disunat oleh kedua tersangka.
Modusnya, ada beberapa prosedur pembelian bahan material pembangunan dan perabotan mebeler, diwajibkan melalui mekanisme akal-akalan yang ditetapkan kedua tersangka.
Cara kerjanya, khusus untuk pengadaan perabotan mebeler dan atap rangka berbahan besi WF, diwajibkan melalui mekanisme pencairan dana yang dikelola melalui kedua tersangka.
Kedua tersangka menginstruksikan kepada semua kepala sekolah SMK swasta dan negeri untuk memberikan sebagian dari dana alokasi tersebut dengan beragam nilai nominal, kepada para tersangka.
Agar siasat dan akal-akalan para tersangka berjalan mulus, tersangka Syaiful Rachman mengumpulkan semua kepala sekolah SMK negeri dan swasta di sebuah tempat pertemuan untuk melakukan rapat internal.
Di dalam ruang rapat tersebut, para peserta rapat; para kepala sekolah SMK, dilarang membawa ponsel. Artinya, ia menginstruksikan para peserta rapat untuk meletakkan atau menyimpan ponsel miliknya di luar ruangan.
Selama berlangsungnya rapat, Syaiful Rachman memberikan instruksi khusus agar proses pembelian rangka atap dan mebeler dapat dilakukan secara kolektif kepada Eny Rustiana.
"Dalam acara tersebut, para kepala sekolah dikumpulkan oleh kepala dinas, yang pada waktu saat itu. Diimbau oleh kadis, posnel untuk dikeluarkan atau tidak dimasukkan ke dalam ruang rapat tersebut. Kadis menyampaikan terkait pengadaan atap dan mebeler, nanti dikelola oleh saudara ER," katanya dalam jumpa pers di Ruang Pertemuan Gedung Ditreskrimsus Mapolda Jatim, Kamis (3/8/2023).
Kemudian, kedua terdakwa, Syaiful Rachman dan Eny Rustiana, dikenakan dakwaan sesuai Pasal 2, subsidair Pasal 3 juncto pasal 18 UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Tidak ada komentar: